Jumat, 21 Juni 2013

SERIAL MENAPAKI JEJAK SALAF DALAM MENUNTUT ILMU #6

ILMU DAN ADAB, ADAB DAN ILMU

Alangkah  indahnya  ilmu  yang  dihiasi dengan  akhlak  mulia  dan  adab  yang  terpuji.  Sebaliknya  ketika  ilmu jauh  dari adab  dan  akhlak  mulia  seolah  ia  bunga  bangkai. Menarik  perhatian  tetapi menyebarkan  bau  busuk  atau  bunga  yang  indah  tapi  berduri.

Ilmu  dan  adab,  adab  dan  ilmu  dua sisi  mata  uang  yang  tidak  bisa  dipisahkan.
Bagaimana  gerangan  api  tanpa  kayu bakar?  Bagaimana  dia  akan  menyala  dan  menerangi??  Demikianlah ilmu  tanpa  adab. Bagaimana pula kiranya tubuh tanpa ruh?? Ia hanyalah bangkai! Demikianlah adab tanpa ilmu.


Dulu .. as-Salafush Sholeh sangat menitik beratkan pembinaan akhlak dan adab pada anak-anak dan murid-mereka. Simaklah salah seorang mereka (Ibrahim bin Habib bin asy-Syahiid) berwasiat kepada anaknya, “Hai anakku, datangilah para ahli fiqih (fuqoha’). Belajarlah dari mereka dan ambilah adab, akhlak serta perilaku baik mereka. Sesungguhnya itu lebih aku sukai untukmu dari pada hadits yang banyak.”

Bahkan mereka dahulu mengawali perjalanan mereka dalam menuntut ilmu dengan mempelajari adab.
Abdullah bin al-Mubaarok berkata, “Dahulu mereka menuntut ilmu adab sebelum ilmu (yang lain).”[2]
Muhamad bin Sirin mengungkapkan, “Dahulu mereka mempelajari akhlak yang baik sebagaimana mereka mempelajari ilmu.”[3]

Pernah al-Laits bin Sa’ad melihat sesuatu pada “ash-habul hadits” maka ia berkata, “Apa-apan ini? Kalian lebih membutuhkan sedikit akhlak dari pada banyak ilmu.”[4]

Mereka adalah ash-habul hadits yang kita yakini selalu berusaha mengamalkan hadits yang telah mereka kuasai dan sangat kuat dalam it-tiba’ (meneladani Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama). Bagaimana kalau Imam al-Laits melihat kelakuan sebagian penuntut ilmu zaman  sekarang, yang sombong dan merasa paling pintar hanya karena hapal atau tahu satu dan dua permasalahan? Menganggap diri lebih baik, tidak menghargai yang lebih tua dan merasa bangga apabila bisa mengkritik gurunya sendiri?? serta tidak menjaga kebersihan lidahnya??  Entahlah ..entah apa yang akan beliau katakan, walllahul musta’aan.

Tidak sedikit orangtua dan masyarakat awwam akhirnya tidak simpatik ke majlis ilmu dan dakwah yang hak karena kelakuan anak mereka yang kasar dan kurang sopan padahal mengaku sudah mengaji?? Apa yang sebenarnya mereka kaji sehingga berdebat dengan orangtua sendiri dengan besar suara dan kasar?? Ilmu apa yang sesungguhnya mereka pelajari sehingga terkadang enggan bermanis muka dan bertegur sapa dengan kaum muslimin yang tidak hadir di majelis ilmu dan belum mengerti sunnah nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama oleh karenanya mereka tidak atau belum mengamalkannya??

Ibnul Qoyyim berkata, “Adab seseorang adalah tanda kebahagian dan kemenangannya dan sedikitnya adab seseorang merupakan tanda kesengsaraan dan kerugiannya. Tidak ada suatu perkara yang dapat mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat seperti adab yang mulia dan tidak pula ada perkara yang lebih menghalangi seseorang dari kebaikan dunia dan akhirat dari pada kurang beradab. Perhatikanlah adab kepada orangtua bagaimana ia menyelamat seseorang dari gua ketika ia terperangkap di dalamnya karena bebatuan yang longsor menutup pintu gua dan perhatikan juga melalaikan ibu –karena mendahulukan sholat sunat – membuat pelakunya mendapatkan ujian dengan dihancurkannya tempat ibadahnya serta dituduh melakukan perbuatan keji.

Perhatikanlah keadaan-keadaan setiap orang yang sengsara dan berpaling, bagaimana engkau dapatkan kurang adablah yang menghalanginya dari banyak kebaikan.

Perhatikanlah adab ash-Shiddiq terhadap Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama ketika ia tidak mau mengimami Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama, ia berkata, “Tidak pantas bagi Ibnu Abi Quhaafah maju ke depan (memimpin sholat) di hadapan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama.” Bagaimana akhirnya sikapnya tersebut mewariskan untuknya kedudukan tersebut dan kepemimpinan sesudah Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama.[5]

Semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita kepada akhlak yang mulia.

Dari al-Husain bin Ismail dari ayahnya ia berkat, “Di majlis Imam Ahmad berkumpul sekitar lima ribu orang atau lebih. Sekitar lima ratus orang menulis hadits dan selebihnya belajar darinya akhlak dan perilaku yang baik.”[6]

Mari saudaraku, perbaiki adab dan akhlak. Jadikanlah ilmu dan dakwah yang hak ini indah dan disukai manusia dengan  adab dan akhlak yang mulia.

Bersambung (dirangkum dengan ringkas oleh Abuz Zubair Hawaary)

[1] Al-Jami’li-Akhlaaqir Rowi wa Aadab as-Sami’ oleh al-Khotib al-Baghdady (1/121).
[2] Idem.
[3] Idem.
[4]Syarafu Ash-habil Hadits oleh al-Khotib al-Baghdady (122).
[5] Madaarijas-Salikiin oleh Ibnul Qoyyim (2/369).
[6]Siyar A’laamin Nubala’ (11/316).