Jumat, 13 Juli 2012

Cinta dalam Diam, Mungkin Saja....

Bismillah...
Tulisan ini terinspirasi dari kutipan status seorang ummahat beberapa waktu lalu, walaupun ternyata tulisan berjudul atau bertema sama telah dipublish oleh banyak orang di dunia maya ini, saya hanya ingin mengumpul beberapa faedah dari apa yang pernah saya baca.

Banyak diantara kita yang sudah sering membaca kisah cinta romantis shahabat 'Ali radhiyallahu 'anhu dan Faathimah bintu Muhammad radhiyallahu 'anha. Cinta yang bersemi dalam hening, dalam diam. Tetapi, kadang kita melirik ke dalam diri, bisakah itu terjadi pada diri kita? Kita yang hidup di akhir zaman dengan iman yang secuil dibandingkan iman mereka? Kita dengan kondisi hati yang keras lantaran maksiat? Dan berbagai perbedaan yang tidak sulit menuliskannya dalam sebuah daftar disebabkan banyaknya poin yang menyebabkan kita dan mereka sangat berbeda.


Readers, sungguh cinta itu adalah sesuatu yang hakikatnya sangat mulia, ia  adalah perkara yang agung, dialah penggerak utama manusia di antara tiga penggeraknya. Di sana ada khauf [takut], roja’[berharap] kemudian mahabbah [cinta]. Sebagaimana dalam ibadah shalat kita, maka di sana ada khauf pada ancaman lalai akan shalat, ada roja’ akan pahala  dan surga yang dijanjikan, dan ada mahabbah akan dekat dengan Allah. Maka cinta dan suka dekat dengan Allah adalah penggerak utamanya. Begitu pula dalam urusan dunia, jika ingin bersafar, maka di sana ada khauf terjadi kecelakaan di jalan, roja’ sampai tujuan dengan selamat dan pastinya ada mahabbah bisa menuju tempat yang disukai.
Dengan demikian cinta adalah perkara besar, tidak bisa berpisah dari seluruh makhluk. Jika ingin memisahkannya, maka pisahkanlah dahulu air laut dari garamnya, pisahkanlah dahulu hujan dari anginnya dan pisahkanlah awan dari gumpalannya. Demikian pula  manusia dengan jatuh cinta, mencinta dan dicinta. Jatuh cinta adalah tabiat anugerah dari Rabb kita dan tak terpisahkan.
Sekali lagi, ini manusiawi dan sangat wajar. Tetapi, back to topic, bisakah kita menjadi seperti para salaf menghadapi kegalauannya kala "rasa" itu hadir??? Bisakah kita menjadi seperti 'Ali dan Faathimah radhiyallahu 'anhuma? Rasa-rasanya, kita bisa memastikan, tidak ada manusia di zaman sekarang yang bisa menyamai mereka. Mereka yang terdidik dalam rumah tangga nubuwah, dalam tarbiyah sang guru yang mulia. Tetapi, jangan putus asa, memang kita tak akan mungkin bisa menyamai mereka, akan tetapi, bukannya Allah menjadikan kehidupan mereka sebagai pelajaran untuk diri kita? Bukankah kita diperintahkan untuk bertasyabbuh kepada mereka dalam segala sisi kehidupan? Ingatlah selalu sabda Rasulullah Shallallahu'alayhi wasallam, 

سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَاعْلَمُوا أَنْ لَنْ يُدْخِلَ أَحَدَكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ وَأَنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

"Tepatlah kalian, mendekatlah, dan ketahuilah bahwasanya amal tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga. Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah itu adalah yang paling sering diamalkan walaupun sedikit." (HR. Bukhari No.6464)

Yang maknanya, jika kita tidak bisa menyamai mereka dalam beramal, maka dekatilah. Jangan tinggalkan seluruhnya. Ini juga berlaku dalam hal di atas. Jadi, tak ada alasan untuk lari dari masalah, jika kita diperhadapkan pada sebuah "rasa" yang mungkin sesaat mengusik hati kita kerena kadang-kadang, rasa  itu datang tanpa kita minta. Oleh karenanya, kita butuh referensi, kita butuh ilmu, bagaimana memanage "rasa" tersebut. Lihatlah para salafusshalih, tidakkah kita ingat bagaimana cinta seorang khalifah bernama Umar bin 'Abdul Aziz -rahimahullah- terhadap seorang budak, yang kemudian cinta itu beliau pendam hingga hembusan nafas terakhirnya karena melihat sebuah kemashlahatan?
Bagi kita, itu semua bukanlah hal yang mudah, karena iman kita berbeda dan sangat berbeda dengan keadaan iman mereka. Apa yang bisa kita lakukan hari ini adalah berusaha mencegah "rasa" itu menjadi sesuatu yang merusak diri kita.  Jangan sampai ia menjelma menjadi khamr isyq. Karena sungguh, ini adalah bencana. Mari kita lihat perkataan ulama' tentang al 'isyq,

Seorang ulama berkata, “Saya lebih suka ditimpa musibah dosa melakukan kekejian daripada aku ditimpa dosa ‘isyq (cinta buta), sehingga hatiku beribadah kepadanya dan melalaikan diriku dari Allah. [Al-Jawabul Kaafi hal. 150]
Al-A’sha berkata, “Aku melihat kedunguan seseorang adalah mempertautkan hatinya pada gadis cantik, semakin dekat semakin pula menjauh.” [Diwan Al-A'sha hal. 47]
Ibnu Uqail Al-Hambali rahimahullah berkata, “Tidaklah asmara itu melainkan pekerjaan para pengangguran dan jarang sekali menimpa orang yang sibuk, baik pada industri maupun perdagangan; maka bagaimanakah halnya dengan ilmu-ilmu agama atau hikmah?!” [Al-Adab Asy-Syar'iyyah wal-minah Al-Mar'iyyah, Ibnu Muflih, 3/26]
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata , ‘Asmara termasuk bentuk rendah kemauan. Ia adalah kesibukan orang yang tidak memiliki aktivitas. Asmara adalah terbayangnya orang yang dirindukan dalam kesendiriannya. Membayangkan orang yang dirindukannya muncul dari batinnya. Maka jika hatinya sibuk dengan selain yang semestinya dicintai, cinta dan kerinduan tersebut akan hilang dan yang diraih (dari asmara) hanyalah kealpaan belaka.” [Dzamul Hawa, Ibnul Jauzi, Hal. 473]
Jika para ulama saja memandang demikian terhadap bahaya al 'isyq (mabuk asmara), maka bagaimana dengan kita, para penuntut ilmu yang baru saja meneguk setetes ilmu? Maka benarlah bahwa semakin tinggi ilmu seseorang, ia akan semakin takut kepada Allah. 
Karena itu, marilah kita menutup setiap celah yang bisa menjatuhkan kita, marilah kita menyibukkan diri dengan hal-hal yang bisa mengalihkan kita dari hal-hal tersebut, dan marilah kita jaga agar anak panah tidak terlepas dari busur sebelum waktunya tiba. Kita tak pernah tau, kapan dan dimanakah kelak bahtera kita akan berlabuh. Hanya Allah yang mengetahuinya.
Tapi kira-kira bagaimana terapi jika sudah terjangkiti? Berikut beberapa poin yang harus diperhatikan:

1. Ikhlas kepada Allah.
Hanya keikhlasan yang membuahkan pertolongan.
2. Berdoa
karena doa bisa merubah takdir. Merendahkan diri kepada Allah, secara tulus menyerahkan diri kepada-Nya, ikhlas, dan memohon kepada-Nya dengan segala kerendahan agar disembuhkan dari penyakit.
3. Menahan pandangan
Jika bisa, menahan pandangan semua yang berhubungan dengan pujaan hati. Rumahnya, kendaraan, barang pemberian dan lain-lain
4. Banyak berpikir dan berdzikir
Berpikir dan merenungi bahwa ini adalah penyakit. Berdzikir agar menguatkan hati dan menenangkan jiwa
Allah berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” [Ar-Ra’du:28]
5. Menjauh dari orang yang dicintainya.
bersabarlah menanggung beban perpisahan beberapa waktu walaupun sulit pada awalnya. Jauhilah handphone yang mengarah kepadanya, hapus memori telpon dari nomornya. Ganti nomor anda. Jauhilah orang-orang [comblang] yang mendukung cinta buah khuldi yang palsu.
6. Menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat
Kita sudah tahu sebab mabuk cinta adalah karena kesibukan hati yang kosong. Hatinya akan dipenuhi bayang-bayang kekasihnya. Bayang-bayang itu akan memudar kemudian pecah bersama kesibukan ketaatan yang berujung dengan melupakannya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata:
وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ
“Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang batil” [Al Jawabul Kaafi hal 156, Darul Ma’rifah, cetakan pertama, Asy-Syamilah].
7. Menikah.
pernikahan akan mencukupi segalanya, penuh berkah dan menjadi solusi. Segera ketuk pintu rumahnya, berhadapan secara jantan dengan ayahnya jika memang cinta itu suci dan akan berbuah surga dunia. Jika tidak bisa, maka segeralah menikah dengan wanita yang lain. Yang kemudian akan mengeser perlahan bilik ruang di hati kemudian menggantikannya dengan sempurna. Metahbiskan memori kelam tak berbuah surga. Istri yang sah insya Allah bisa menggantikannya karena,
النفس لا تترك شيئا ألا بشيئ
“jiwa tidak akan bisa meninggalkan sesuatu kecuali jika ada sesuatu [yang menggantikannya]”
8. Menengok orang sakit, mengiringi jenazah, menziarahi kubur, melihat orang mati, berpikir tentang kematian dan kehidupan setelahnya.
Kelezatan dunia yang semu bisa remuk redam dengan meningat kematian, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
“Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan, yakni kematian” (HR. Imam Empat kecuali Abu Daud)

9. Senantiasa menghadiri majelis ilmu, duduk bersama orang-orang zuhud dan mendengar kisah-kisah orang shalih.
Majelis ilmu adalah tempat me-recharge iman setelah baterainya habis termakan oleh buaian berbuah tak nyata. Kumpulan orang-orang yang sholih adalah tempat istirahatnya hati dari kesibukan menangkal fitnah dan makar dunia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ
وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ
وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah Allah, mereka membacakan kitabullah dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan makhluk yang ada didekatnya”. [HR. Muslim nomor 6793]

10. Selalu konsisten menjaga sholat dengan sempurna, menjaga kewajiban-kewajiban sholat, baik berupa kekhusyukan dan kesempurnaannya secara lahir dan bathin.
Jika sholat kita memang benar, maka akn mencegah semuanya, Allah ‘Azza wa jalla berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar” [Al-Ankabut: 45]

11. Membayangkan aib pujaan hati, melihat-lihat keburukannya.
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Sesungguhnya manusia penuh dengan najis dan kotoran. Dan orang yang dimabuk cinta melihat kekasihnya dalam keadaan sempurna. Karena cinta, ia tidak dapat melihat aib kekasihnya. Sebab hakikat segala sesuatu dapat disingkap dengan timbangan yang adil. Sementara yang menjadi penguasa atas dirinya adalah hawa nafsu yang zhalim. Itu akan menutupi seluruh cela hingga akhirnya orang yang dilanda cinta melihat kekasihnya yang jelek menjadi jelita. “.

12. Membayangkan akan ditinggal pergi orang yang dicintainya, bisa jadi ditinggal mati atau ditinggal pergi tanpa sebab atau ditinggal karena sudah jemu dan bosan.
Karena semua yang ada di dunia akan musnah, Allah ‘Azza wa jalla berfirman,
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” [Ar-Rahman: 26]

13. Merenungi akibat perbuatannya dan keadaan buruk para peminum khamr asmara
Hal ini bisa didapat dengan membaca dan menoleh kebelakang dengan berkaca kepada sejarah. orang-orang yang akan hina dunia dan akhirat karena cinta. Qobil yang membunuh habil, Abdurrahman bin Muljam yang membunuh Ali bin Abi Thalib radhiallhu ‘anhu, terbunuhnya unta nabi Shalih ‘alahissalam. Semua karena al-’isyq terhadap wanita

14. Bersabar, karena perjuangan melepas belenggu al-’isyq sangat menuntut kesabaran.
Jika bersabar dengan sebenar-benarnya akan mendapatkan pahala yang tak terkira, Allah ‘Azza wa jalla berfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar sajalah yang akan dipenuhi ganjaran mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

15. Yakin bahwa Allah akan memberi ganti lebih baik
Salah satu kekhawatiran adalah apakah ia bisa dapat yang seperti ini kelak. benih cinta ini yang sulit semai. Tebing asmara ini yang sudah susah payah didaki. Lika-liku kasih yang berat dilewati. Istana sayang yang dibangun  bersama. Apaka itu semua akan ditinggal dan roboh begitu saja?. Jawabannya adalah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Istana itu dibangun diatas pondasi kemaksiatan kepada Allah. Tampak megah dan tegar tapi hakikatnya lemah tak bertumpu bagai tiang penyangga yang bersandar kepada temboknya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik bagimu.” (HR. Ahmad 5/363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih)
Semoga langkah yang cukup beragam ini bisa menjadi ramuan penyembuh penyakit nan ganas ini.

Kesimpulan saya, jika "rasa" itu terlanjur hadir, simpanlah ia dalam peti yang ditutup rapat dengan gembok terindah, letakkan ia pada dasar hati yang paling dalam. Jangan pernah engkau buka, sebelum pemilik kunci yang sebenarnya tiba. Jangan lupa, kirimlah do'a dan pengharapanmu kepada yang berhak menerimanya. Kepada Rabb semua makhluk, Dzat yang mengetahui apa yang dzhahir dan apa yang kita sembunyikan. Sibuklah untuk menraih predikat "Manusia Langit", yang rintihannya dalam do'a dikenali oleh seluruh penduduk langit, istighfarnya menggema menggetarkan 'Arsy, dan permintaannya membuat Allah malu untuk menolak.
Semoga Allah mengampuni kita atas segala kelalaian dan keburukan. Dan semoga Allah Ta'ala memudahkan segala urusan-urusan kita di dunia dan di akhirat.

Referensi:
1. http://muslimafiyah.com
2. http://pemikiranislam.net

-al Faaqirah ilallah-
@Kompleks STKIP Muhammadiyah Padaelo (Grandma's Home)