Senin, 17 Juni 2013

SERIAL MENAPAK JEJAK SALAF DALAM MENUNTUT ILMU #1

Salaf dan Kemuliaan Ilmu Serta Ahlinya :

Saudaraku ..kenalkah anda ‘Atho’ bin Abi Rabah?
Seorang imam terkemuka di masa tabi’in. Hidup pada tahun 27 –114/115 H.
Barangkali anda jauh lebih tampan dan lebih sempurna secara fisik dari beliau. Beliau budak berkulit hitam, hidungnya pesek, kakinya pincang dan matanya buta. Di zaman sekarang, barangkali orang banyak enggan melirik orang yang berpenampilan seperti itu apalagi mendekati dan berbicara dengannya.
Tetapi tahukah anda wahai saudaraku?? Kemuliaan apa yangtelah diraihnya? Derjat tinggi seperti apa yang telah dicapainya??

Suatu hari Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik bersama dua orang putranya datang menemui ‘Atho’ bin Abi Rabah yang sedang sholat dial-Masjidil Haram.
Tatkala ia selesai sholat, ia melihat kepada mereka dan mereka terus bertanya kepadanya tentang masalah agama sedangkan ia hanya sebatas memutar lehernya kearah mereka. Usai bertanya Khalifah berkata kepadakedua putranya, “Mari kita pergi.” Keduanya berdiri berjalan mengiringi Khalifah. Sambil berjalan Khalifah berkata kepada anaknya, “Hai anakku,janganlah kalian malas dan jemu menuntut ilmu. Sesungguhnya aku tidak akan lupa kehinaan kita dihadapan budak hitam ini.”[1]

Subhanallah! Lihatlah .. Khalifah pemimpin besar kaummuslimin merasakan dirinya rendah di hadapan sang imam. Alangkah mulianya ilmu (Dien) dan ahlinya. Allah Ta’ala yang telah memuliakan mereka dengan ilmu yangmereka tuntut.

Semua itu adalah buah dari ilmu.

Ar-Riyasyi pernah melihat seorang budak yang sedang mengangkat kantong air di pundaknya, lalu ia teringat bahwa ayahnya adalah seorang budak yang juga bekerja sebagai pengangkut air. Maka ia berkata, “Kalaulah bukan karena ilmu, niscaya aku seperti orang ini.”[2]

Allah Ta'ala berfirman (Artinya), “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis",Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (surat al-Mujadilah : 11)

Hamdan al-Ashfahaany bercerita, “Suatu ketika aku sedang bersama Syuraik. Datanglah menemuinya salah seorang anak Khalifat al-Mahdy. Sambil bersandar ke dinding anak khalifah tersebut bertanya kepadanya tentang hadits. Syuraik tidak menoleh kepadanya. Anak khalifah kembali mengulangi pertanyaannya akan tetapi Syuraik tidak memperdulikannya. Maka orang-orang berkata, “Apakah engkau meremehkan anak-anak khalifah?” Syuraik berkata, “Tidak, akan tetapi ilmu itu jauh lebih agung bagi ahlinya dari pada disia-siakan.” Lantas, anak khalifah bersimpuh dengan kedua lututnya lalubertanya kepadanya. Maka Syuraik berkata, “Seperti inilah ilmu itu dituntut.”[3]

Sungguh mulia ilmu din dan sungguh mulia para ahlinya!

“Cukuplah sebagai kemuliaan bagiilmu itu bahwa orang-orang yang tidak menguasainya mengakuinya dan gembira apabila dinisbatkan kepadanya. Dan cukuplah sebagai celaan bagi kebodohan bahwasanya orang bodoh sendiri berlepas diri dari kebodohan.”[4]

Dan ilmu yang dimaksud di siniadalah ilmu yang diwariskan dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam. Karena sejatinya itulah berhak dinamakan ilmu. Adapun yang selainnya, bisa jadi ilmu tapi tidak bermanfaat atau sebenarnya bukan ilmu sekalipun orang menyebutnya ilmu. Jika itu ilmu yang bermanfaat, maka di dalam warisan Nabi Muhamad shollallahu ‘alaihi wasallama pasti ada yang mencukupkan kita darinya yang semisal atau lebih baik darinya.[5]


  
Footnote;
[1] TarikhDimasyq oleh Ibnu ‘Asaakir (40/375).
[2] Al-Hats-tsu‘ala Thalabil Ilmi (51).
[3] Al-Hats-tsuala Tholabil Ilmi oleh al-Askary (53).
[4] Diriwayatkandari Ali bin Abi Tholib, lihat Tadzkiroh as Sami’ wal Mutakallim oleh IbnuJamaah (10).
[5]Majmu’ Fatawa (10/664).