Senin, 17 Juni 2013

SERIAL MENAPAK JEJAK SALAF DALAM MENUNTUT ILMU #3

Ikhlaslah dan Tahanlah Lidah!

Layaknya sebuah ibadah, maka niat yang ikhlas dan tujuan yang benar dalam menuntut ilmu adalah syarat utama. Dan keikhlasan dalam menuntut ilmu bukan sekedar di pangkal jalan, namun harus terus diperbaharui dan dijaga sepanjang jalan hingga ke ujung jalan.

Inilah yang paling berat!
Kurangnya berkah ilmu.
Tidak tampak buahnya dalam prilakusehari-hari.
Mudah goyah dan tidak istiqomah.
Diantara penyebabnya adalah niatyang tidak ikhlas dan tujuan yang keliru dalam menuntut ilmu.

Apa yang dimaksud ikhlas dalam menuntut ilmu?


Ibnu Jamaah menjelaskan, “Ia adalah niat yang baik dalam menuntut ilmu. Yaitu tujuannya dalam menuntut ilmu adalah mengharapkan Wajah Allah Ta’ala, untuk mengamalkannya, menghidupkan syari’ah, menerangi hatinya, membersihkan batinya, serta agar mendapat kedudukan tinggi di sisi Allah Ta’ala kelak di hari kiamat dan meraih keridhoan serta keutamaan yang besar yang telah Allah siapkan untuk ahli (ilmu)nya.”[1]

Bisa jadi sesorang ikhlas di awal jalan menuntut ilmu, tetapi dia tidak mengoreksi dan memperbaiki niatnya, malah merasa seolah-olah dialah orang yang paling ikhlas. Wal ‘iyaadzu billahi.

Sufyan Ats-Tsauriyy  berkata, “Aku tidak pernah menjaga sesuatu yang lebih berat atasku dari pada niatku.”[2]
Ulama salaf dahulu bahkan tidakberani mengatakan bahwa dia telah ikhlas dalam menuntut ilmu, karena mereka selalu berusaha untuk memperbaikinya.

Hisyam ad-Dastawaa-iyy mengatakan, “Demi Allah, aku tidak sanggup mengatakan bahwa sesungguhnya aku pernah satu hari pergi menuntut ilmu hadits karena mengharapkan Wajah Allah ‘Azza wa Jalla.”

Imam adz-Dzahabiyy mengomentari perkataan ini di dalam Siyar-nya, “Demi Allah demikian juga dengan aku. Dahulu as-Salaf mereka menuntut ilmu karena Allah maka mereka berhasil dan menjadi imam-imam panutan. Lalu sebagian mereka menuntutnya pertama tidak karena Allah, dan mereka mendapatkan ilmu, kemudian mereka sadar lalu menghisab diri mereka, makailmu yang mereka raih membawa mereka kepada ikhlas di pertengahan jalan. Sebagaimana yang dikatakan Mujahid dan lainnya, ‘Kami menuntut ilmu ini dan kami tidak memiliki niat yang besar padanya. Kemudian Allah anugerahkan kepada kami niat sesudahnya.’ Sebagian mereka mengatakan,  ‘Kami menuntut ilmu ini untuk selainAllah, maka ilmu enggan kecuali ia dijadikan hanya untuk Allah.’ Ini juga baik,kemudian mereka menebarkannya dengan niat yang baik. Lalu adapula orang-orang yang menuntutnya dengan niat yang rusak, karena dunia dan agar disanjung. Maka bagimereka apa yang mereka niatkan.”[3]

Lihatlah Imam asy-Syafi’I hai saudaraku!
Dengan ilmunya kunci-kunci fikih terbuka. Hingga hari ini manusia terus mempelajari ilmunya dan memujinya.

Dia pernah berkata, “Aku sangat ingin manusia mempelajari ilmu ini –maksudnya kitab-kitabnya– dan mereka tidak menisbatkannya kepadaku sedikitpun.”[4]

Namun hari ini, alangkah sedihnya melihat penuntut ilmu akhir zaman. Sudahlah ilmu dangkal, niatpun tak jelas banyak pula berbicara dengan bangga menampilkan retorika dan kepandaian olah bahasa, seolah-olah orang paling tahu sedunia. Padahal tak lebih dari Tong Kosong nyaring bunyinya.

Sebagian orang, duduk setahun dua tahun di majlis ilmu itupun sekedar nguping duduk paling belakang. Atau hapal dua tiga hadits, tahu tiga empat judul kitab pandai pula bersilat lidah membantah dan meragukan guru sendiri.

Sungguh kasihan kondisi orang yangseperti ini!

Imam Adz-Dzahabiyy mengisahkan perkataan Abul Hasan al-Qoth-thon, “Aku didera penyakit pada penglihatanku, danaku kira itu adalah hukuman atasku karena banyak berbicara saat menuntut ilmu.”

Lalu Imam adz-Dzahabiyy mengomentari,“Benar sekali, demi Allah! Dulu mereka (salaf) disamping tujuan yang baik, niat yang benar galibnya mereka takut banyak bicara dan menampakan penguasaan terhadap ilmu. Hari ini, manusia banyak bicara padahal ilmu kurang, tujuan juga buruk. Kemudian Allah membuka kedok mereka, memperlihatkan kebodohan dan hawa nafsu mereka serta kegoncangan mereka dalam apa yang mereka ketahui. Semoga Allah melimpahkan kepada kita taufik dan keikhlasan.”[5]

Benar adz-Dzahabiyy!
Persis seperti yang diceritakannya ‘Air beriak tanda tak dalam’ apa yang kita saksikan di tengah kalangan penuntut ilmu hari ini kecuali yang dirahmati Allah Ta’ala.
Mari Ikhlaskan niat dan jaga lidah!
Ingat menuntut ilmu bukan untuk berbangga-bangga bukan pula guna menandingi ulama tidak pula untuk membodohi orang-orang bodoh. Tetapi hanya untuk Allah semata!!

(bersambung)

dirangkum dengan ringkas oleh Ustadz Abuz Zubair Hawaary, Lc hafidzhahullah

[1] At-Ta’shilfi Tholabil Ilmi, oleh Bazmuul.
[2] Idem.
[3]Siyar A’laamin Nubalaa’ (7/152).
[4] Idem(19/18).
[5] Idem(6/328).