Kamis, 13 Juni 2013

Kebaikan dan Kemaksiatan Masing-masing Memiliki Anak

Sesungguhnya kemaksiatan yang dilakukan seorang. Jika seorang hamba telah melakukan sebuah kebaikan, maka kebaikan yang berada di dekatnya mengatakan: “Hendaklah engkau mengamalkan aku juga!”. Jika dia telah mengamalkan kebaikan kedua, maka kebaikan ketiga akan mengatakan seperti itu juga , dan begitu seterusnya. Akhirnya kemaksiatan seorang hamba akan melahirkan kemaksiatan-kemaksiatan yang lain, sehingga pelakunya susah dan berat meninggalkannya. Sebagian salaf mengatakan: “Sesungguhnya diantara hukuman keburukan adalah terjadinya keburukan setelahnya, dan sesungguhnya di antara pahala kebaikan adalah kebaikan setelahnya”

Sehingga kebaikan selalu bertambah dan keuntungan berlipat ganda. Sebaliknya, keburukan juga seperti itu. Maka akhirnya ketaatan dan kemaksiatan itu menjadi sifat yang melekat dan keadaan yang tetap ada pada pelakunya. Jika seorang muhsin (orang yang sudah terbiasa berbuat ketaatan dengan sebaik-baiknya) meninggalkan ketaatan-ketaatan, maka jiwanya tertekan, bumi yang luas terasa sempit, dan dia merasa seperti ikan yang meninggalkan air. Sampai dia kembali melaksanakan ketaatan-ketaatan, maka jiwanya akan menjadi tenang dan hatinya menjadi tenteram. Sebaliknya, jika seorang mujrim (orang yang sudah terbiasa melakukan kemaksiatan-kemaksiatan yang besar) meninggalkan kemaksiatan dan menuju ketaatan, maka jiwanya tertekan, dadanya terasa sempit, sampai dia terbiasa melaksanakan ketaatan-ketaatan (Lihat Ad-Da' wa Dawa' karya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah)

Hal ini diisyaratkan di dalam sebuah hadits Nabi Muhammmad shallallahu'alayhi wasallam dengan sabda Beliau “Hendaklah kamu selalu jujur, karena sesungguhnya jujur itu akan menuntun menuju kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu akan menuntun kepada surga. Dan tidaklah seseorang selalu berkata jujur dan berusaha menetapi kejujuran, sampai dia ditulis di sisi Allah subhanahu wa ta'ala sebagai orang yang sangat jujur. Dan hendaklah kamu selalu menjauhi dusta, karena sesungguhnya dusta itu akan menuntun menuju kemaksiatan, dan sesungguhnya kemaksiatan itu akan menuntun menuju neraka. Dan tidaklah seseorang selalu berkata dusta dan selalu memilih kedustaan, sampai dia ditulis di sisi Allah subhanahu wa ta'ala sebagai orang yang pendusta (HR. Muslim dari 'Abdullah bin Mas'ud)

Oleh karena itu Allah subhanahu wa ta'ala melarang kemaksiatan dan sarana-sarananya. Allah subhanahu wa ta'ala telah mengharamkan perbuatan-perbuatan keji, baik yang nampak maupun yang tidak nampak.Allah subhanahu wa ta'ala juga melarang mendekati perbuatan-perbuatan keji itu dan sebab-sebab yang menghantarkan kepadanya. Semua itu sebagai rahmat-Nya kepada para hamba dan menjaga mereka dari perkara yang membahayakan mereka di dunia dan akhirat.

Diantara perbuatan keji yang telah Allah subhanahu wa ta'ala haramkan di dalam Kitab-Nya dan lewat lisan Rasul-Nya adalah zina. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman yang artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina, Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Isra:32)

Sarana-sarana yang menghantarkan menuju zina juga diharamkan, seperti wanita keluar rumah memakai parfum, membuka aurat kepada orang lain, berbicara manja kepada laki-laki yang bukan mahram, bersafar tanpa mahram, ikhtilath (campur baur laki-laki dan perempuan), khalwat (laki-laki berduaan dengan wanita yang bukan mahramnya), tabarruj (perbuatan wanita yang memamerkan dandanan dan perhiasan), mengumbar pandangan kepada wanita yang bukan mahram, dan lain-lain.

Ketika larangan Allah subhanahu wa ta'ala diterjang, maka apakah yang terjadi? Kemaksiatan berantai membelenggu sang pelaku. Akhirnya berujung kepada zina. Ketika si wanita telah hamil karena zina, aborsi ditempuh sebagai solusi. Dengan banyaknya perzinaan, maka aborsi juga semakin meningkat pesat. Padahal di dalam perbuatan aborsi terdapat berbagai bahaya dan pelanggaran syariat yang dilakukan. Maka perlu ada usaha bersama untuk membendung perilaku menyimpang dari agama ini, sehingga harapan mearaih kebahagiaan dunia dan akhirat bisa diraih oleh umat ini dengan ridha ilahi.

Diambil dari Majalah As-Sunnah, Jumadil Tsani 1430/Juni 2009
dipublish ulang oleh http://perpustakaan-islam.com/