Selasa, 15 Juli 2014

Predikat itu...

Alhamdulillah...
Pengumuman nilai semester kemarin berlalu juga, dan alhamdulillah, saya masih menempati urutan pertama di kelas. Ini bukan sesuatu yg pantas untuk dibanggakan, karena penentuan nilai ini terlalu subjektif. Dengan seyakin-yakinnya, saya bilang tidak pantas bagi saya di urutan itu jika penilaiannya sedikit objektif. Sekali lagi, tak layak dibanggakan, tp sangat tepat untuk disyukuri.
Teman-teman memberi ucapan selamat atas predikat mumtazah ula yang masih disandangkan pada saya. Dalam hati saya tertawa kecut, karena ada predikat yang lebih kuinginkan dari sekedar prestasi akademik.
Yah, predikat seorang ibu...
Itulah yang kurindukan. Kadang terbesit rasa iri kepada teman-teman yang bahkan sudah punya 3 anak. Apalagi jika anaknya benar2 dididik secara islamy. Diajarkan shalat, mengaji, menghafal, dll. Benar2 hal yang rindu untuk kulakukan.
Apalagi tanya selalu menghampiri, kalau saya meninggal, siapa yang akan mendoakan? Saya juga ingin memiliki anak shalih yang kelak menjadi investasi akhirat.
Lalu, su'udzhan pun menjadi musuh yang harus saya hadapi. Yah, su'udzhan kepada Allah, membuang semua pikiran yang bisa membawaku ke sana. Kapan, kenapa, ah.... benar2 kata tanya yang harus kusingkirkan.
Saya tidak mau jatuh pada lembah keputus asaan.
Yang bisa kulakukan hanya mencari tau sebab semua ini, dan berapa kali pun kucari, jawabanku selalu sama. "Ini salahku, pasti ini dampak maksiat dan dosa2ku".
Dan solusinya, tentu ishlahunnafs. Sampai saat ini, itu harus terus dilakukan, dengan penuh harap dan husnudzhan kepada Allah, bahwa Dia-lah sutradara dari sandiwara langit yang kuperankan. Dan tak pernah ada yang lebih mengetahui dariNya. Wallahu a'lam bisshowab.