Rabu, 04 Juli 2012

Menggugat Diri Sendiri

Bismillah. Segala puji hanya milik Allah, Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Shallallahu'alayhi wasallam, shahabat, shahabiyah, tabi'in, tabi'uttabi'in serta orang2 yang senantiasa iltizam di jalan ad dienul Islam ini hingga qadar Allah berlaku atas diri2 hambaNya.

Setiap manusia diciptakan oleh Allah dengan kelebihan serta kekurangan yang melekat pada diri mereka masing-masing. Tak terkecuali orang-orang yang Allah anugrahi nikmat terindah berupa hidayah Islam dan Iman serta nikmat pemilihan menjadi pengusung dakwah ilallah. Mereka adalah orang-orang yang dengan segenap kemampuan dan mujahadah berusaha meninggikan kalimat Allah lewat ajakan mereka kepada kebenaran. Namun, saat ini...sangat miris juga, karena telah banyak yang idealismenya tergerus lantaran kejahilan, kedho'ifan, dan iman yang senantiasa diuji oleh terpaan godaan syahwat yang tidak mampu dikendalikan. Tapi jangan menjadikan itu dalih untuk mudur dari garis depan medan perjuangan dakwah.

Beberapa fenomena yang belakangan muncul dan sangat meresahkan serta perlu menjadi kekhawatiran setiap kita, adalah fenomena yang terjadi di jejaring sosial. Interaksi dalam ruang tak terbatas bernama dunia maya kerap menjadi ajang untuk saling berkenalan, menyapa, bertukar pikiran, bahkan mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Namun, apa jadinya jika ruang tersebut telah mengaburkan sendi-sendi hijab dan pilar2 keimanan dalam diri orang-orang yang melabeli dirinya sebagai penyeru kebenaran? akhiy wa ukhtiy, apa jadinya jika pesona bernama muru'ah yang dahulunya menjadi barang mewah dan senantiasa engkau jaga menjadi barang murahan yang tak ada bedanya dengan milik orang2 awwam yang tak kenal majelis ilmu?

Aduhai, sekiranya saya tidak takut tulisan ini menjadi sangat panjang, maka saya akan mengurai satu per satu pengalaman2 yang dialami para muslimah ngaji di dunia maya. Sungguh sangat memiriskan hati. Penulis secara pribadi sebagai seorang muslimah sangat menyesalkan hal tersebut. Ada yang sampai melegalkan sebuah aktifitas komunikasi intens atas nama ta'aruf/penjajakan. Tak ayal pula para ikhwan yang sulukiyahnya bercelana cingkrang dengan jenggot bertengger di dagu mengumbar janji2 kepada akhawaat yang memang sedang diuji dengan penantiannya terhadap seorang pangeran yang akan menjadi imam dalam menjalani kehidupannya. Namun pada akhirnya, bunga pun me-layu, tangkainya tak lagi bisa tegak kala mendengar sang kumbang menyunting bunga yang lain. Perasaan ini tentu saja manusiawi sekalipun mereka adalah para akhawaat yang sudah bertahun-tahun duduk di majelis para ustadz(ah). Namun, tentu saja kita tidak ingin hal seperti ini terjadi kepada siapa pun, saudara dan saudari kita. Karenanya, sangat perlu bagi kita semua untuk kembali duduk merenungkan kemana ilmu yang selama ini kita dengar, catat, dan kita hafalkan. Seharusnya kita menjadi khawatir atas tidak bermanfaatnya ilmu tersebut kecuali hanya menjadi penghias catatan-catatan kita.
Wahai akhiy wa ukhtifillah...
Kemana muraqabatullah kita? Kemana rasa khauf kita kepada Dzat yang kita tahu Dia Maha Melihat dan tidak pernah tidur dalam mengawasi hamba-hambaNya? Kemana aplikasi keimanan kita tentang keberadaan malaikat yang senantiasa menyertai dan mencatat seluruh amalan dalam detik dan helaan nafas kita?
Telah berapa tahun kita mengenal dunia maya dan berinteraksi lepas dengan orang-orang yang belum berhak untuk kita?berapa banyak paragraf, baris kalimat, deretan huruf yang telah kita kirimkan kepada mereka?berpara banyak canda, tawa, yang menghiasi tingkah dan polah kita kala bercengkrama lewat telepon? berapa banyak pulsa yang kita habiskan untuk sekedar chating, mengirim sms, atau menelpon tanpa udzur yang syar'i?wallohu a'lam wal musta'an. Kita mungkin tak bisa menghitung semuanya. Akan tetapi sebesar biji zarrah pun tak akan luput dari pengadilan Allah. Bagaimana kita akan mempertanggungjawabkan semuanya?belum lagi ilmu yang belum kita amalkan?belum lagi hal-hal yang sudah kita dakwahkan namun kita sendiri mengingkarinya. Adakah hari esok kita akan terus seperti ini? Sedang kita tidak tahu apakah nafas ini masih bisa kita hembuskan. 

Karenanya, mari obati hati kita. Dekatkan diri dengan al Qur'an, sibukkan lisan dengan dzikir, karena itu semua adalah obat untuk meredam gejolak syahwat. Mari kita tundukkan pandangan, dan lihatlah bagaimana teman-teman kita lainnya para penuntut ilmu tetap bersemangat dalam beramal, sedang waktu-waktu mereka tidak terbuang percuma di depan layar dunia maya. Atau sibukkan diri untuk hal-hal yang bermanfaat untuk dunia kita. Kita tak selamanya hidup, kita akan menuju sebuah alam keabadian dengan melewati pintu bernama Al Maut. Itu adalah sebuah kepastian yang tak bisa ditawar lagi. Ia adalah pemutus segala kelezatan dunia yang melenakan. Sungguh, ia adalah nasihat terbaik sepanjang kehidupan kita, nasihat yang akan memaksa kita untuk tegak bejalan di atas jalan yang lurus. 

Semoga Allah menjadikan sisa waktu kita sebagai waktu-waktu yang berberkah. Semoga Allah berkenan mengampuni dan menutup aib-aib kita, serta mengakhirkan kehidupan kita dalam husnul khaatimah. Aamiin yaa Robbal 'aalamiin.

-Al Faaqirah ilallah-
dalam bilik kecilku 
 
#Edisi nyalin tulisan lama 15 Januari 2012