Bismillah,
Alhamdulillah, asshalatu wassalamu 'ala Rasuulillah wa 'ala alihi wa shahaabatihi wa man tabi'ahum bi ihsan ila yaumiddien.
Baru kemarin rasanya, kita menyambut Ramadhan. Sekarang, ia pun telah tiba pula. Belum lepas dari ingatan, hari-hari Ramadhan yang kita lalui, shiyam... qiyam... tilawah al Qur'an... menghadiri pengajian...
Itulah masa, pergantian siang dan malam adalah bahannya, pertukaran detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam, seakan-akan saling mengejar tanpa hentinya.
Perputaran matahari dan peredaran bulan adalah lingkarannya. Allah Ta'ala berfirman,
إن فى خلق آلسموت والأرض وختلف اليل والنهارلأيت لأوْلى الألبب
"Sesungguhnya dari penciptaan langit dan bumi dan perputaran siang dan malam merupakan tanda-tanda bagi orang yang berakal." (QS. Ali 'Imran:190)
Senja besok kemungkinan besar adalah senja pertama Ramadhan. Tentunya para perindunya sudah tak sabar tuk memulai kompetisi amal terbesar sepanjang tahun. Di hari-hari dan malam-malam Ramadhan yang jumlahnya terbatas.
Allah Ta'ala berfirma,
يَا أَيهَُّا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصّْيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. أَيَّامًا مَّعدُودَت
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. Hari-hari yang berbilang." (QS. Al Baqarah:183-184)
Seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta'ala menyatakan bahwa hari yang diwajibkan kepadamu berpuasa hanya bilangan hari saja, hanya sebentar. Sebentar dalam kesabaran untuk meraih kemenangan, kejayaan, dan kebahagiaan. Sekejap dalam ketaatan untuk mendapatkan cinta dan kasih sayang. Benar, telah berlalu puluhan tahun dari usia kita, rasanya baru kemarin. Bukankah perjalanan hidup yang telah kita lalui bagaikan pengulangan cerita di layar kehidupan? Yang terlihat hanya bayangan...yang terekam hanya kenangan...
Lantas, bagaimanakah para salaf berbuat dengan masa yang sekejap itu? Bagaimana mereka memperlakukan waktu yang sebentar itu? Dengarkanlah apa yang mereka perbuat atau apa yang mereka ucapkan dalam menghargai waktu;
- Berkata Fudhail bin 'Iyadh -rahimahullah-, "Aku mengenal beberapa orang yang menghitung ucapannya dari Jum'at ke Jum'at.
- Sariy as Saqathi -rahimahullah- hanya tidur tatkala kantuk menyerang dan mengalahkannya.
- Amir bin 'Abdul Qais -rahimahullah- shalat seribu rakaat setiap harinya."
Suatu hari, seseorang menjumpainya, "Bolehkah aku berbicara satu kalimat?" Ia berkata, "Tahanlah matahari, baru aku berbicara denganmu."
Beliau berkata kepada seseorang, "Cepatlah! Sungguh aku sedang tergesa-gesa." Dikatakan kepadanya, "Apakah yang membuatmu tergesa-gesa?" Beliau menjawab, "Dicabutnya nyawaku." - Utsman al Baqilani -rahimahullah- berkata, "Yang paling benci adalah waktu berbukaku, karena aku terhalangi dari berdzikir."
- Daud ath Tha'i -rahimahullah- makan roti yang telah dibasahkan dengan air dan tidak mau makan roti kering, dia berkata, "Antara makan roti kering dengan roti basah, ada bacaan 50 ayat."
- Suatu hari beberapa orang datang ke rumah salah seorang ahli ibadah, "Wahai Imam, maafkan kami telah merepotkan engkau." Beliau berkata, "Kalian benar, aku awalnya membaca al Qur'an, tiba-tiba kalian menggangguku."
- Suatu hari orang-orang mengelilingi Ma'ruf al Karkhi -rahimahullah- lalu berliau berkata, "Malaikat matahari tidak pernah berhenti menyeretnya, sampai kapan kalian akan berdiri?"
Merekalah kesatria di medan peperangan ini, merekalah Merang Merah yang langka itu. Bagaimana tidak, Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam sebagai uswah dan qudwah mereka telah bersabda yang artinya,
Dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu 'Anhu berkata, "Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam, 'Orang yang pintar adalah orang yang mengalahkan dirinya dan berbuat untuk kematian, sedangkan orang yang lemah, dialah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah dengan banyak pengharapan.' (HR. Al Hakim dan dishahihkannya dan At Tirmidzi dan dihasankan olehnya)
Taubah bin Shummah rahimahullah selalu memuhasabah dirinya, suatu hari dia mencoba menghitung umurnya, kiranya ia telah berumur 60 tahun, lalu ia menghitung jumlah harinya, kiranya berjumlah 21.500 hari. Tiba-tiba dia berteriak, "Celaka diriku, aku bertemu dengan Maha Raja (yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala) dengan 21.500 dosa, bagaimana pula sekiranya dalam satu hari sepuluh ribu dosa." Lalu ia pingsan dan tidak pernah siuman kembali.
Mereka melakukan hal itu dengan ketundukan dan kepatuhan jiwa karena ketaatan, sedangkan kita?!
Saudaraku....
Hari-hari Ramadhan merupakan musim bercocok tanam. tanahnya subur, air hujan lagi banyaknya, hamanya telah menjauh dari ladang. Hari dimana orang-orang shalih mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya, mereka sedikitkan tidur pada malam harinya, mereka giatkan bekerja dalam keataatan dan ibadah pada siangnya. Bagaimana tidak, diantara malamnya ada sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Ya, seribu bulan, dalam artian sama dengan ibadah lebih dari 83 tahun, ibadah secara terus menerus dan tanpa henti. Bagaimana tidak, bulan yang dilipatgandakan di dalamnya kebaikan.
Sekiranya tuan tamak untuk mendapatkan kemuliaan yang tinggi, kebahagiaan yang abadi, keselamatan di dunia dan akhirat, buanglah sifat malas dan undurkanlah peristirahatan.
Gantilah keletihan sementara, dengan istirahat abadi.
Tukarkanlah kesedihan sesaatm dengan kebahagiaan abadi.
Belilah waktu yang sebentar, untuk meraih surga ilahi.
Luasnya, seluas langit dan bumi.
Dikatakan kepada salah seorang ahli ibadah, "Sampai kapan engkau berletih begini?" Beliau menjawab, "Peristirahatannya yang aku cari."
Saudaraku....
Sekiranya menjaga waktu diperlukan setiap saat, maka ia lebih diperlukan seperti hari-hari sekarang ini. Sekiranya menyia-nyiakan waktu pada setiap keadaan merupakan tindakan bodoh, maka menyia-nyiakannya seperti hari-hari ini merupakan tindakan dungu. Tidakkah tuan lihat? Penyesalan pada orang-orang yang lalai, dan tidakkah tuan perhatikan? Kebahagiaan dan kecerahan wajah pada orang-orang shalih!
Tidakkah kita sedih ketika Allah Ta'ala membagi hadiah pengampunannya kepada yang shalih, pulang ke rumah mereka membawa kebahagiaan, sedangkan kita, apa? Kita tertolak di depan pintunya, jauh dari rahmat dan kasih sayangNya.
Teman seiman, puasa bukanlah kesusahan dan keletihan, akan tetapi ia adalah kelezatan dalam ketaatan, bukankah Allah Azza wa Jalla yang mengatakan dalam ayat shiyam, yang artinya,
"Allah menginginkan kemudahan dan tidak menginginkan kesusahan." (QS. Al Baqarah:185)
Subhanallah, Allah menginginkan kemudahan, sedangkan tuan menginginkan kesusahannya.
Allah menginginkan penghidupan untuk tuan, sedangkan tuan malah ingin menghinakannya.
Subhanallah, setiap kali datang musim panas, tidak pernah tuan persiapkan kipas, atau ketika datang musim hujan, tidak pernah tuan persiapkan payung. Dimana tuan dengan semut, mempersiapkan perbekalan musim dingin, sewaktu musim panas. Lihatlah seekor burung, ketika betinanya bunting, mulailah ia membangun sarangnya sebelum hari kelahiran anaknya, sudahkah tuan melakukan sebagaimana yang mereka lakukan?! Berkemas-kemas dengan amal shalih sebelum hari keberangkatan?!
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Referensi:
Buku "Bersemilah Ramadhan" karya Al Ustadz Armen Halim Naro rahimahullah, Penerbit: Pustaka Darul Ilmi, Bogor.
Semoga Allah menganugrahkan niat yang ikhlas kepada kita untuk menulis dan membagi ilmu yang mulia ini. Aamiin
-Al Faaqirah Ilallah-
@Bilik Kecilku, jelang Ramadhan 1433H, 29 Sya'ban 1433H