Sabtu, 16 Februari 2013

Kajian Online VS Offline

Bismillah. Alhamdulillahilladzi hadaana lihadza wa ma kunna linahtadiya law laa an hadaanallah....
Segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta'ala atas limpahan nikmat dan karunia yang masih diberikanNya kepada diri-diri kita hari ini, dimana kita masih menyandang status sebagai seorang muslim dan berjalan di atas manhaj nubuwah yang lurus insyaAllah, aamiin. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam beserta sahabat dan orang-orang yang masih iltizam mengikuti sunnah beliau.

Sungguh sebuah nikmat yang sangat besar dari Allah, bahwa hari ini, teknologi semakin berkembang pesat, dan memberikan dampak positif bagi kehidupan ummat manusia. Diantaranya, ia menjadi sebab menjadi mudahnya beberapa urusan kaum muslimin. Meskipun tidak dipungkiri bahwa dampak negatifnya juga sangat besar. Sehingga benar-benar dibutuhkan ilmu syar'i untuk menimbang maslahat dan mudharat produk-produk teknologi tersebut dalam mempengaruhi aktifitas duniawi maupun ukhrawi seorang muslim.


Diantara produk teknologi yang sangat digandrungi berbagai kalangan saat ini adalah internet. Ia bukan lagi menjadi konsumsi orang-orang tertentu, melainkan semua kalangan dari anak-anak sampai kakek nenek, tukang ojek sampai pejabat, orang awwam sampai kalangan ulama, dan seterusnya.
Tentu jika kita ingin membahas semua manfaat dan mudharat yang ditimbulkan, akan dibutuhkan pembahasan yang sangat banyak. Namun ada salah satu manfaat yang akan kita bahas sedikit di sini yakni tersedianya fasilitas kajian online bagi orang-orang yang selalu merasa butuh dan haus akan ilmu syar'i. 
Kalo kita membuka search engine, seperti Google, kemudian memasukkan keyword "Kajian Online", maka kita akan jumpai banyak sekali website maupun weblog yang di dalamnya terpasang widget untuk mendengarkan kajian online. Tesedia pula link-link untuk mendownload rekaman kajian. Tentu saja ini sangat memudahkan para penuntut ilmu untuk mendapatkan referensi ilmu syar'i. Akan tetapi, sungguh sangat memprihatinkan kala melihat majelis-majelis kajian yang mulai sepi, hanya terlihat beberapa orang yang hadir, terlihat wajah kelesuan dan putus asa dari para panitia yang telah berupaya mengusahakan terselenggaranya kajian. Bahkan hari Kamis kemarin -dan inilah yang mendasari kami menulis risalah ini-, kami sangat miris melihat yang hadir dalam majelis  pembahasan kitab Bulughul Maram -khusus akhawaat-, hanya tiga orang. 1 panitia dan 2 orang peserta. Meskipun itu tidak mengurangi semangat ustadz yang membawakan materi, namun jujur saja, rasanya mata ini ingin menangis. Mengingat majelis yang dahulu ramai, sekarang menjadi lengang. Beberapa bulan di daerah, rasanya hati ini sangat rindu untuk bisa hadir di majelis kajian, bersua dengan para penuntut ilmu lainnya, mendengarkan langsung faedah dari hadits-hadits yang dibahas dalam kitab. Namun, ternyata kenyataan tak seindah apa yang kami bayangkan. Sekiranya para akhawaat tahu, bagaimana rasanya berada di tempat yang sepi dari majelis ilmu. Sekiranya mereka tau, bahwa meskipun menangis darah, mereka akan sangat kesulitan mendapati taman-taman surga di daerah yang memang dakwah salaf belum tersebar. Sedang di sini (baca:Makassar), yang dahulu sering kami sebut sebagai Serambi Madinah, berjamur majelis ilmu dan para penuntut ilmu.

Apa yang terjadi wahai saudara saudariku? Apakah majelis ilmu tak lagi menarik hatimu? Apakah layar biru facebook dan twitter lebih mengesankan daripada mendengarkan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah? Atau apakah kalian telah mencukupkan diri dengan mengambil ilmu lewat internet, mengunduh ratusan file rekaman kajian, menonton channel berisi program-program kajian?
Kami tak pernah menyalahkan hadirnya banyak fasilitas tersebut, tapi kalian salah jika hanya mencukupkan diri dengan itu. 
Sungguh, kerugian yang sangat besar jika kalian menganggap itu cukup untuk diri kalian sehingga tak merasa butuh untuk hadir dalam halaqoh-halaqoh ta'lim. Innalillahi wa inna ilayhi roji'un. Ini adalah musibah bagi kita. Bagaimana mungkin orang-orang yang ingin mendakwahkan ilmu hanya mencukupkan diri dengan belajar online? 
Tetapi, jika menurut kalian itu bahkan sudah lebih dari cukup, maka sesungguhnya kami hanya mengingatkan, bahwa meski majelis kajian terlihat sepi dari peserta, kami yakin, jalan menuju jannah akan terus dibentangkan dan dimudahkan bagi penuntut ilmu yang melangkahkan kakinya ke majelis, shalawat akan terus terlantun bagi mereka, pahala akan terus mengalir, rahmat dan sakinah dari Allah akan tetap turun, permohonan ampun bagi orang-orang yang hadir akan terus terpanjatkan, para malaikat masih terus berdesakan untuk hadir, sehingga yang rugi bukanlah panitia maupun ustadz, melainkan kalian yang memilih untuk tidak hadir padahal kalian mampu untuk itu. Apakah kalian akan mendapatkannya dengan stay di depan layar internet kalian? Jawablah sendiri dengan ilmu yang telah kalian miliki, kami yakin kalian bisa menimbangnya. 

Dan tidaklah ni'mat itu baru akan sangat terasa, melainkan apabila ia telah dicabut dari diri seorang hamba.  Wa na'udzu billahi min dzaalik

Semoga Allah memudahkan kami dan antum sekalian untuk mengambil sebesar-besarnya faedah dalam majelis ilmu yang ada, entah itu offline maupun online. 

Shallallahu 'ala nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi wa ashaabihi wa sallam.

:: Makassar, 6 Rabiuts Tsani 1434H-16 Februari 2013M ::

Muspidayana Ummu Muhammad