إن الحمد لله تعالى نحمده ونستغفره،
ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن
يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن
نبينا محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم، أما بعد؛
فأن
أصدق الحديث كتاب الله تعالى وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وآله
وسلم، وشر الأمور محدثاتها، وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في
النار، وبعد
"Duhai pangeran, dimanakah dirimu? Bilakah engkau datang menjemput?"
"Sampai kapankah hati harus tetap bersabar? Menanti seseorang yang entah dimana, seseorang yang ditakdirkan menjadi pemilik tulang rusuk ini, seseorang yang nantinya kan menjadi imamku"
"Diri sudah tak ranum lagi, lelah rasanya terus begini..."
Di atas hanya beberapa penggalan kalimat berisi kegalauan wanita yang sedang berada dalam masa penantian [dalam tulisan ini, "GALAU" saya persempit pembahasannya pada masalah ini]. Mungkin sebagiannya readers sering baca di timeline jejaring-jejaring sosial seperti facebook, twitter, google+, etc.
Galau??? Manusiawi, itu tidak pernah luput dari kehidupan setiap anak Adam. Tergantung bagaimana galauers menyikapi perasaannya.
Cuma, tidak semua kegalauan mesti ditampakkan kepada orang banyak. Misalnya di jejaring sosial. Sadar atau tidak, itu sangat mengganggu bagi beberapa orang yang membacanya.
Jadi harus gimana?
Sista, hidup ini masih harus engkau jalani. Bagaimanapun keadaannya. Aku katakan kepadamu, "Don't be sad", berkutat dengan pikiran galau akan menjadikan hatimu berpenyakit. Lama-lama juga akan menjadi penyakit bagi jasad. Sadarlah, masih banyak yang harus engkau kerjakan, masih banyak yang harus engkau pikirkan, yang tentu saja jauh lebih bermanfaat daripada memikirkan "dia" yang masih terpisah jarak dan waktu denganmu sehingga belum juga bertemu.
Still Alone...? It's not bad. Allah tidak pernah menakdirkan yang buruk untuk hamba-hambaNya, meskipun dalam pandangan mereka, itu adalah keburukan. Itu yang harus diyakini dahulu. Bahwa ada hikmah di balik setiap apa yang Allah beri. Aku tidak mengatakan kepadamu, berhentilah berharap. Akan tetapi, jangan larut dalam pikiran-pikiran yang akan membuatmu berprasangka buruk kepadaNya.
Diantara kita, banyak yang tidak menyadari bahwa tiap orang diciptakan bersama masalahnya masing-masing. Pria atau wanita, lajang atau menikah, anak-anak atau dewasa, direktur atau buruh, kaya atau miskin, semuanya. Jadi, jangan selalu menganggap dirimulah yang paling menderita dengan banyaknya masalah yang menimpa.
Ya, engkau... yang masih lajang, sadarilah, bahwa orang yang telah menikah dan berstatus sebagai istri bukanlah wanita yang tidak punya masalah. Boleh jadi mereka menghadapi kegalauan dan masalah yang lebih berat darimu. Sadari pula, bahwa banyak diantara mereka yang menyesali waktu yang mereka seharusnya manfaatkan sebaik-baiknya ketika mereka masih sendiri.
Banyak diantara mereka yang tidak lagi memiliki banyak waktu untuk berbakti secara langsung kepada orangtua mereka. Tidak lagi memiliki banyak waktu untuk mengunjungi sanak famili dan teman-teman. Dan ada pula yang tidak lagi punya banyak kesempatan menghadiri majelis-majelis ilmu dan beramar makruf nahi mungkar sebagaimana saat mereka masih menyandang status lajang.
Aku tidak mengatakan bahwa mereka telah tersibukkan dengan hal yang tidak bermanfaat. Akan tetapi, berubahnya status menjadi seorang istri bahkan seorang ibu, itu memiliki tanggungjawab yang lain. Tanggungjawab yang semakin besar. Yang dulunya hanya memiliki tanggungjawab sebagai anak, saudara, dll. Setelah menikah, ada amanah yang lebih besar yang harus dipikul. Menjadi seorang istri, manajer dalam rumah tangga suaminya, menjadi murobbiyah bagi anak-anaknya, dll.
Karenanya, berhentilah sesaat. Bertanyalah, sudah berapa banyak waktu yang engkau gunakan untuk membaktikan dirimu kepada orangtua? Sedari kecil hingga dewasa, engkau selalu merepotkan mereka. Mereka selalu tersibukkan dengan mengurusi dirimu. Mencucikan pakaianmu, memasak untukmu, mencari nafkah untuk sekolah dan kuliahmu, lalu setelah selesai kuliah, engkau pun sibuk bekerja. Tak banyak waktu untuk mengunjungi mereka, bahkan mungkin ada yang hanya bisa mengunjungi mereka setahun sekali di hari 'ied. Jadi kapan keadaan berbalik, engkau mencucikan pakaian mereka, memasak untuk mereka, mengurusi segala keperluan mereka, kapan??? Menunggu sampai engkau menjadi istri?
Saudariku.... Selagi masih bisa, manfaatkanlah waktu bersama mereka, berbakti secara langsung kepada mereka, bahagiakan mereka. Karena, kita ini adalah wanita, yang punya keterbatasan waktu untuk berkhidmat utuh kepada orangtua kita. Setelah menikah, suamimu-lah imammu, kepadanya bakti harus utuh engkau beri setelah bakti kepada Allah dan rasulNya.
Begitupula menuntut ilmu, aku pun tak mengatakan bahwa para istri tidak lagi punya waktu untuk menghadiri majelis ilmu. Akan tetapi, tentu porsi akan berubah. Jika dulunya engkau hadir tiap hari mencatat ilmu dengan rapi dan engkau pelajari berulang-ulang di rumah, setelah menjadi istri dan ibu, engkau tentu saja tak lagi bisa menghadirinya setiap hari. Mungkin sepekan sekali, itupun tak akan semaksimal dirimu ketika lajang. Engkau akan tersibukkan dengan anak-anakmu, sehingga tak lagi mampu mencatat rapi tiap faedah yang ustadz/ustadzah sampaikan.
Berdakwah. Tentu bukan alasan bagi kita menjadikan berubahnya status sebagai penghalang kita berdakwah. Tetapi ingatlah, bahwa objek dan lingkup dakwahmu akan berubah. Mungkin dulu lingkup dakwahmu adalah keluargamu, teman-teman, dan mungkin engkau aktif menyampaikan ilmu ke banyak orang di berbagai majelis. Ketahuilah bahwa setelah menikah, lingkup dakwahmu akan berubah, objeknya bukan saja keluarga dari pihakmu, melainkan juga keluarga suamimu, anak-anakmu, dan keaktifanmu berdakwah di luar tentu tidak akan sama dengan yang dulu. Ada orang-orang yang lebih berhak untuk menjadi objek dakwahmu.
Sekarang, kembalilah renungkan. Apakah masa-masa ini benar-benar telah engkau maksimalkan, paling tidak untuk hal-hal yang kusebutkan di atas?
Jika belum, mari tata hati. Mari merevisi kembali agenda kita. Karena kita tidak tahu, kapan Allah takdirkan kita menjadi seorang istri. Apakah kita akan terus melajang atau bagaimana? Wallohu a'lam. Tak ada yang bisa kita pastikan, kecuali kematian yang PASTI akan mendatangi setiap yang bernyawa. Memutus segala kelezatan dunia. Jadi, jangan buang waktumu untuk memikirkan sesuatu yang belum pasti. Persiapkanlah diri untuk setiap peran yang akan kita jelang. Ingat, jadi istri itu butuh ilmu. Daripada galau, lebih baik banyak-banyaklah mempelajari kiat menjadi istri yang shalihah. Jika pun Allah tak menakdirkanmu mendapatkan jodoh di dunia, waktu yang engkau gunakan untuk sibuk mempelajarinya tidaklah sia-sia, melainkan insyaAllah akan tercatat sebagai perbendaharaan amal di yaumul hisab nanti.
Wallohu a'lam, wal musta'an. Segala yang benar datang dari Allah, segala yang salah datang dari diri kami pribadi sebagai hamba yang dho'if dan dari gangguan syaithan la'natullah 'alayh.
Sahhalallahu lanaa fii umuurinaa...
Wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi wa shahbihi wa sallam.
*Edisi penegur diri
@My small room
6 Dzulhijjah 1433H
*Edisi penegur diri
@My small room
6 Dzulhijjah 1433H